Perfeksionis ditunjukkan dengan keinginan anak untuk meraih nilai
sesempurna mungkin dalam setiap hal.
Wajar bila setiap orang tua ingin anaknya mandiri dan
terbaik dalam segala hal. Namun, perlu juga diwaspadai bila ternyata anak
terus-menerus menuntut dirinya untuk melakukan segala sesuatunya dengan prima,
sangat detail, dan tanpa kesalahan atau kekurangan sedikit pun. Untuk itu,
kenali tanda-tandanya lebih dulu sebelum menyelami untung ruginya lebih jauh.
PERFEKSIONIS, menurut Dra. Tisna Chandra, Psi ., direktur Lembaga Konsultasi Psikologi Keluarga Parents Partner, Bintaro, adalah perilaku di mana seseorang selalu ingin menjadi sempurna dalam berbagai hal. Inilah tanda-tandanya :
PERFEKSIONIS, menurut Dra. Tisna Chandra, Psi ., direktur Lembaga Konsultasi Psikologi Keluarga Parents Partner, Bintaro, adalah perilaku di mana seseorang selalu ingin menjadi sempurna dalam berbagai hal. Inilah tanda-tandanya :
1. Serbabersih dan rapi
Pada anak misalnya, ketika sedang menggambar dia tidak mau bukunya tercoret
sedikit pun, ketika mewarnai dia tidak mau pewarnaannya melewati garis atau
tidak mau tersobek sedikit pun, atau ketika ingin memakai baju dia tidak mau pakaiannya
bernoda sedikit pun.
2. Serbasepadan
Dalam penampilan pun, anak perfeksionis ingin terlihat sempurna. Misalnya
warna antara baju, celana, dan sepatu harus sesuai. Bila bajunya berwarna
dominan kuning, maka celana dan sepatunya pun harus ada unsur kuningnya. Bila
warnanya berbeda sama sekali, anak perfeksionis umumnya tidak akan mau
memakainya. Aksesori dan tatanan rambutnya pun harus rapi, serasi, serta
terpenuhi semuanya.
3. Kegagalan kecil dianggap fatal
Ketika orang tua tidak mewujudkan keinginannya, berbagai perilaku negatif
bakal timbul. Misalnya, ketika tidak puas dengan gambar dan mewarnai, anak akan
menyobek kertas, membuang bukunya atau malah menangis karena menganggap bahwa
dia telah melakukan kesalahan fatal. Bila pun kita memaksanya dengan berbagai
alasan, timbul rasa tidak nyaman dan cemas yang berujung pada tidak optimalnya
kretivitas anak.
Namun, dikatakan Tisna, sikap perfeksionis hanya terjadi pada beberapa kasus dan tidak umum dimiliki anak balita. Kalau ia hanya cerewet saat memilih atau memakai baju, memilih media gambar, bersikap terlalu disiplin, tapi di lain waktu tidak bersikap demikian, maka belum tentu hal itu merupakan wujud sikap perfeksionis. Bisa saja ia hanya berkeinginan tampil lebih baik dalam sesaat. Sebaliknya, jika ia seorang perfeksionis sejati, keinginan untuk jadi lebih sempurna terus berlanjut.
Namun, dikatakan Tisna, sikap perfeksionis hanya terjadi pada beberapa kasus dan tidak umum dimiliki anak balita. Kalau ia hanya cerewet saat memilih atau memakai baju, memilih media gambar, bersikap terlalu disiplin, tapi di lain waktu tidak bersikap demikian, maka belum tentu hal itu merupakan wujud sikap perfeksionis. Bisa saja ia hanya berkeinginan tampil lebih baik dalam sesaat. Sebaliknya, jika ia seorang perfeksionis sejati, keinginan untuk jadi lebih sempurna terus berlanjut.
ASAL-USUL PERFEKSIONIS
1. Meniru orang tua yang perfeksionis
Menurut Tisna, banyak hal yang bisa membentuk anak menjadi perfeksionis.
Yang paling utama, orang tua perfeksionis akan menciptakan anak perfeksionis
pula. Prosesnya berhubungan erat dengan perilaku anak yang paling menonjol saat
balita, yakni kekuatan peniruan. Anak akan meniru dari lingkungannya, terutama
lingkungan terdekat, seperti orang tua dan keluarga.
2. Dituntut selalu berdisiplin tinggi
Selain itu, sejak anaknya masih bayi, orang tua perfeksionis biasanya
menerapkan berbagai aturan yang kaku dan harus selalu dipenuhi. Hal inilah yang
menurut Tisna juga berpengaruh terhadap pembentukan sikap anak yang perfeksionis.
Contohnya penerapan kedisiplinan, pukul 6 pagi anak harus sudah bangun, pukul 7
makan pagi, pukul 9 tidur, pukul 12 makan siang, dan seterusnya. "Waktu
yang terjadwal dan tidak boleh mulur sedikit pun akan memperkuat anak untuk
berperilaku yang memupuknya menjadi perfeksionis."
Bila orang tua meminta anak untuk mematuhi segala peraturan dan tidak boleh
sedikit pun melanggarnya, maka wujud perfeksionis akan muncul dengan
sendirinya. Belum lagi dengan hal lain, misalnya harus selalu menjaga kebersihan
kamar, harus bisa melakukan sesuatu sendiri sejak kecil, harus makan dengan
posisi yang terbaik, dan segala macam peraturan lain yang harus dilakukan oleh anak
3. Dituntut tanggung jawab di luar kemampuan usia
Asal tahu saja, anak yang terlalu dituntut bertanggung jawab terhadap
hal-hal di luar kemampuan usianya, secara tidak langsung juga dibentuk
berperilaku perfeksionis. Misalnya, anak usia 3 tahun harus bisa menjaga dan
melindungi adiknya yang masih bayi, harus bisa membeli telur di warung, harus bisa
membereskan tempat tidur sendiri, dan sebagainya. Lambat laun, karena terbiasa
dengan berbagai tanggung jawab, sikap
perfeksionis itu akan semakin terpupuk.
4. Selalu menerima kritik
Demikian pula dengan orang tua yang terlalu banyak mengkritik. Anak akan
berusaha tampil atau menghasilkan sesuatu sesempurna mungkin demi menghindari
kritikan dan memenuhi kemauan orang tuanya. Contoh kecil, ketika anak tidak
mampu mengikat tali sepatunya, orang tua mengkritik, "Masak begitu saja
tidak bisa!"
Bila anak melakukan kesalahan, kemudian berbagai teguran diterimanya, ia akan ketakutan dan berusaha melakukan tugasnya dengan benar. Dengan kata lain, ia tidak akan berhenti mengerjakan atau meminta sesuatu sampai dia merasa terpuaskan.
Bila anak melakukan kesalahan, kemudian berbagai teguran diterimanya, ia akan ketakutan dan berusaha melakukan tugasnya dengan benar. Dengan kata lain, ia tidak akan berhenti mengerjakan atau meminta sesuatu sampai dia merasa terpuaskan.
Waawww........, anak perfeksionis ternyata ada untungnya juga ya.
Anak menjadi tertib melakukan segala hal.
Anak menjadi tertib melakukan segala hal.
Bagaimana menurut sobat blogger semuanya???
menurutku tdk ada yang sempurna di dunia ini
BalasHapus